Imam al-Junaid al-Baghdadi bercerita, bahwa pada suatu hari, tepatnya
hari Jum’at, sebagian orang-orang yang saleh datang kepadamya dan
meminta dikirimkan salah seorang miskin untuk memberikan kebahagiaan
dengan makan bersamanya.
Al-Junaid pun melihat-melihat orang di
sekitarnya, siapa di antara mereka yang fakir dan kelihatan lapar. Si
fakir itu pun lalu ditemukan.
“Pergilah bersama Syekh ini, berilah kebahagiaan kepadanya,” kata al-Junaid.
Tak lama kemudian, syekh itu kembali pada al-Junaid.
“Wahai Abu al-Qasim,” kata Syekh itu pada al-Junaid, “Si fakir itu hanya makan sesuap saja dan pergi meninggalkan engkau.”
“Barangkali Anda telah mengatakan semua yang tak berkenan di hatinya.”
“Aku tidak mengatakan apa-apa,” jawab syekh itu.
Al-Junaid menoleh, tiba-tiba si fakir itu sudah duduk di antara mereka.
“Mengapa engkau tidak memenuhi kegembiraannya?” tanya al-Junaid.
“Wahai
Syekh, saya pergi pergi meninggalkan Kuffah menuju Baghdad tanpa makan
sesuatu apa pun. Saya tidak ingin kelihatan tidak sopan di hadapan Anda
karena kemiskinan saya, tetapi ketika Anda memanggil saya, saya gembira
karena Anda mengetahui kebutuhan saya sebelum mengatakan apa-apa. Saya
pun pergi kepadanya, sambil mendoakan akan kebahagaiaannya di surga.
Ketika saya duduk di meja makannya ia menyuguhkan makanan, sambil
berkata, “Makanlah ini, karena aku menyukainya dibanding sepuluh dirham.
Ketika mendengar kata-katanya, tahulah saya bahwa cita rasanya rendah
sekali. Karena itu saya tidak suka makan makanannya.”
“Bukankah aku telah mengatakan padamu, bahwa engkau tidak beradab jika membiarkannya tidak merasa bahagia?”
“Wahai Abu al-Qasim, saya bertobat.”
Al-Junaid lalu menyuruhnya agar kembali pada orang saleh yang memberi makan tadi, untuk sekadar menggembirakan hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar